Banyak kalimat yang melekat pada guru. Seperti guru adalah contoh teladan, sang penggerak, dan seorang yang digugu dan ditiru.
Banyak kalimat lain
yang melekat pada profesi guru. Pada hakikatnya, guru adalah pendidik. Guru
adalah pembimbing. Guru adalah orang yang punya pengetahuan lebih. Guru adalah
penentu dalam pendidikan. Guru juga sebagai role model. Guru adalah
penyelenggara pendidikan.
Bila dihayati dan
dipahami kalimat-kalimat di atas, sangatlah miris rasanya apabila guru tidak
mengikuti perkembangan ilmu pengtahuan dan teknologi. Apalagi guru pada zaman
sekarang ini, berbeda jauh dengan guru pada zaman dahulu.
Misalnya dalam
konteks era literasi, sebagai pendidik untuk meningkatkan mutu pendidikan,
harus menjadi guru literat. Apa itu litarasi? Secara etimologis, istilah
literasi sendiri berasal dari bahasa Latin “literatus” yang
artinya adalah orang yang belajar. Dalam hal ini, literasi sangat
berhubungan dengan proses membaca dan menulis. Literasi adalah kemampuan
seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca
dan menulis.
Bila dilihat dasar
utama literasi ini, sudah terdapat dalam Al Qur’an sebagai pedoman hidup umat
Islam. Tentunya, segala sesuatu ilmu pengetahuan dan keterampilan yang
dipelajari, hendaklah merujuk kepada kitab tersebut. Surah dalam Al Qur’an yang
menyatakan tentang literasi, di antaranya adalah QS. Al Alaq ayat 1-5
yang artinya: “Bacalah, dan Tuhanmu lah yang Maha Pemurah, yang mengajarkan
(manusia) dengan perantara qalam, Dia yang mengajarkan kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya.” (Al-‘Alaq: 1-5). Secara umum, konsep literasi dalam
ayat tersebut menyangkut kegiatan iqra’ (membaca) dan al-qalam (menulis).
Jadi, Surah Al Alaq
ayat 1 sampai 5 ini, juga berisi perintah untuk memperbanyak membaca dan
belajar. Membaca adalah cara untuk mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang
luas. Berbagai disiplin ilmu, perlu dipelajari agar menjadi manusia yang
bijaksana dan tidak mudah menyalahkan orang lain karena berbeda pendapat.
Dalam hal ini, guru
sangat berperan sekali sebagai pendidik. Baru-baru ini para guru diajak
untuk menulis buku, baik itu buku referensi ataupun buku ilmiah
lainnya. Di sini tentunya guru harus menjadi guru literasi yang
efektif. Walaupun dalam menulis banyak kendala dan hambatan yang dihadapi,
seperti kurangnya rasa percaya diri, banyaknya tugas-tugas pokok yang harus
diselesaikan dengan segera, dan tidak memiliki waktu luang yang cukup.
Selain itu,
hambatannya adalah, tidak mengetahui seluk beluk dunia penerbitan, juga merasa
takut kalau buku yang ditulis tidak bisa bersaing dengan buku lainnya. Ditambah
lagi kurangnya referensi, dan masih banyak guru yang kurang menguasai
teknologi.
Namun demikian,
segala rintangan tersebut akan bisa teratasi apabila guru ada kemauan untuk
melakukannya. Terutama, guru hendaklah mengetahui tujuan dari literasi itu. Di
antara tujuannya adalah, 1) meningkatkan pengetahuan dengan cara membaca.
2) meningkatkan pemahaman dalam mengambil kesimpulan dari apa yang telah dibaca.
3) meningkatkan kepribadian melalui membaca dan menulis. 4) mengembangkan
budaya literasi dalam menulis. 5. Membantu penggunaan waktu luang untuk
menulis.
Kemudian, dilihat
dalam Education Development Center (EDC), menyatakan bahwa
literasi lebih dari sekadar kemampuan baca tulis. Namun lebih dari itu,
literasi adalah kemampuan individu untuk menggunakan segenap potensi dan skill yang
dimiliki dalam hidupnya. Dengan pemahaman, literasi mencakup kemampuan membaca
kata dan membaca dunia.
Minimal ada
6 Literasi Dasar yang perlu guru ketahui dan dimiliki.
Keenam Literasi Dasar tersebut yaitu: Pertama,
Literasi Baca Tulis. Literasi baca tulis adalah kecakapan untuk memahami
isi teks tertulis, baik yang tersirat tesirat maupun yang tersurat, untuk
mengembangkan pengetahuan dan potensi diri.
Kedua, Literasi Numerasi. Literasi numerasi
adalah kecakapan dalam menggunakan berbagai macam angka dan symbol yang terkait
denagn matematika dasar untuk memecahkan masalah praktis dan barbagai macam
konteks untuk kehidupan sehari-hari.
Ketiga, Literasi Sains. Literasi sains
adalah kecakapan untk memenuhi fenomena alam dan sosial disekitar
kita serta mengambil keputusan yang tepat secara ilmiah. Keempat,
Literasi Digital. Literasi digital adalah kecakapan menggunakn media dengn
beretika dan bertanggung jawab untuk memperoleh informasi dan
berkonunikasi.
Kelima, Literasi Finansial. Literasi
finansial adalah kecakapan untuk mengaplikasikan pemahaman tentang konsep
, resiko, keterampilan , dan motivasi dalam konteks finansial.
Keenam, Literasi Budaya dan Kewargaan. Literasi
budaya dan kewargaan, adalah kecakapan dalam memahami dan bersikap terhadap
kebudayaan Indonesia sebagai identitas bangsa serta memahami hak
dan kewajiban sebagai warga Negara.
Literasi dasar ini
akan dapat dicapai peserta didik melalui integrasi tiga unsur, yakni, keluarga,
sekolah dan masyarakat. Peran ketiga unsur tersebut sangat terlibat erat
terhadap perkembangan potensi peserta didik.
Seperti halnya yang
sudah diketahui, keluarga adalah pondasi utama dalam pelaksanaan pendidikan
terhadap seorang anak. Kemudian potensi tersebut akan dikembangkan dan
difasiliatasi oleh sekolah. Masyarakat juga merupakan unsur penting yang dapat
mendukung perkembangan potensi anak untuk tetap dapat menjalankan etika dan
budaya.
Daftar Bacaan
1. Yunus Abidin,
Pembelajaran Literasi (Strategi Meningkatkan Kemampuan Literasi Matematika,
Sains, Membaca, dan Menulis.
2. Literasi Digital
Berbasis Pendidikan (Teori dan Praktik dan Penerapannya): Dumaris E. Mahmud dan
kawan-kawan.
Penulis:
Kasmawati, S.Ag (Guru PAIBP UPT SD Negeri 05 Rambatan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar